Thursday, 10 May 2012

Kenapa Museum Gajah….bukan Museum Badak, Kuda atau Lumba-lumba?




Syahdan … museum adalah salah satu tempat pendidikan yang harus dilestarikan. Tempat berharga yang harus dijaga karena bisa dijadikan tempat untuk menikmati hasil kebudayaan, tempat kita mempelajari sejarah, dan memahami orang-orang yang tinggal di suatu tempat. Tapi,  kenapa ya, jumlah pengunjung museum secara keseluruhan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun? Museum seperti masih jadi tempat yang membosankan dan kurang atraktif, yang sepertinya hanya bagus dikunjungi sekali seumur hidup, saat study tour dengan sekolah bareng teman-teman, belum jadi tempat yang ingin kita datangi lagi dan lagi…
Kapan museum di Indonesia menjadi tempat yang nga-ngenin, a place to visit again and again. Cuz,  there is always something new to see...to do...to learn...to explore...
Yang pasti, setelah mengunjungi empat  museum kemarin, baru sadar bahwa selama ini, dengan berbagai alasan yang ada, diriku-pun masih termasuk dalam kategori  orangtua yang (ternyata oh ternyata…) belum menjadikan museum sebagai sebuah destinasi  untuk dikunjungi bersama anak. Padahal dari  museum yang kami kunjungi kemarin kenyataannya informative, menarik dan ga jelek-jelek amat….
Barangkali karena museum itu terlalu ‘berat’. Full of informasi tanpa ada unsur entertainment sama sekali, tidak aneh kalo kemudian  anak-anak sekarang lebih senang berkunjung ke taman bermain, atau berlibur ke pantai dan pergi ke mall dibandingkan mengunjungi museum.  Meski   edukasinya ada, rekreasinya kena tapi karena  tidak menghibur berkunjung ke museum jadi terasa ‘dingin’. Beda dengan mall dan beberapa tempat hiburan lain, yang memulai dari hiburan, lebih dulu,  kemudian menyenangkan jadilah – ketagihan. Berasa hebat, meskipun nyaris tanpa unsure pendidikan sama sekali. 


Dari keempat tempat yang kami datangi, Monas, tetap jadi destination paling menarik, karena ada unsur lapangan monas, diorama, mendengarkan naskah proklamasi dengan rekaman asli,  plus naik ke atas tugu dan memandang Jakarta dari atas.  Soekarno sebagai presiden pertama yang membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, benar-benar seorang yang  historis visionair, presiden yang berniat besar, bahwa “Jakarta ini harus dihubungkan dengan pembangunan bangsa… membangun Kota Jakarta, membangun tanah air, membangun negara kita, membangun masyarakat kita”. Terbukti, Monas tetap jadi kebanggaan Indonesia, hingga saat ini.
Sementara museum yang lain belum punya sesuatu yang se-entertaint Monas. Apalagi museum Fatahilla, yang sebetulnya megah dan mewah, karena asli ‘buatan’ Belanda, kali kemarin, jadi terasa bagai bangunan tua belaka. Belum lagi pedagang kaki lima yang bisa nampak indah jika tertata rapi, kali itu kelihatan semraut dan kurang nyaman dipandang Ruang depan kiri, yang menurut tour guide penjara wanita jaman dulu, kok  hanya bagai gorong-gorong air semata. Sayang bangetzzz….
Whatever it is… tetap berbagga dan proud of Indonesia yang memiliki 281 museum yang 50 diantaranya berada di Jakarta.    Jika kesadaran sejarah bermuara pada nasionalisme, mengunjungi situs sejarah memang terasa lebih bisa melekat ketimbang baca buku. Semoga perjalanan anak-anak kemarin bisa menjadikan mereka lebih ‘melek’ sejarah. Bukan hanya untuk anak, dirikupun ikutan belajar… paling ga sekarang jadi lebih tau kalau ternyata Cut Nya Dhien, Pangeran Diponegoro dan Untung Suropati pernah dipenjara(kan) - di Museum Fatahilla. Tau juga kalau ternyata monas itu dari bentuk lumpang, dan jadi paham juga kalau kenapa Museum Nasional dinamanakan Museum Gajah.
Sebagai penutup, kira-kira kenapa ya patung Gajah yang dipajang di depan Museum Nasional, bukan patung Badak, Zebra atau lumba-lumba…?Penasaran pingin  tau jawabannya… Silahkan kunjungi Museum di Medan Merdeka Barat nomor 12, Jakarta Pusat.

3 comments:

jendeladunia said...

keren bgt ajarin y

jendeladunia said...

keren bgt ajarin y

Ida Nurbagus said...

tq... ajarinnya mulai dari mana nih...