Saturday, 25 April 2009
AQSA Living Blog Competition 2009
Dari dunia Anak menuju maju eksport Indonesia
Membahas tentang mebel kayu, artinya adalah bicara tentang kenyamanan hidup manusia. Bagaimana tidak, dari bangun tidur, makan pagi, tidur siang, ngaso disore hari, sampai dipenghujung malam, segala aktifitas yang kita lakukan semua berkaitan dengan yang namanya mebel. Di sekolahpun anak-anak kebanyakan menggunakan mebel dari kayu, baik untuk duduk dikelas maupun atau ketika jam istirahat datang.
Ketika jumlah perumahan dan dunia sekolah kian hari kian banyak, bisa dibayangkan berapa jumlah mebel kayu yang dibutuhkan. Belum lagi bagi mereka yang ingin menganti mebel lama dengan model terbaru, tentu jumlah pemakai mebel kayu akan bertambah lagi. Ini untuk pangsa dalam negeri, untuk eksport tentu kondisinya tidak jauh berbeda. Tidak heran jika furniture kayu merupakan pasar potensial yang sangat besar karena kebutuhan akan furniture kayu selalu berkembang secara kuantitas maupun kualitas di seluruh dunia.
Masalahnya, tinggal darimana ya kita bisa meningkatkan kualitas eksport mebel kayu di tanah air?
Kalau dibandingkan dengan mebel import, sebetulnya mebel kita tidak kalah, tapi coba bandingkan harganya…. Wah…. Harga produk-produk mebel impor bisa 10X lipat dari harga-harga mebel kayu di pinggir-pinggir kota di tanah air. Kenapa ya hal ini bisa terjadi?
Sebagai bangsa yang kaya akan kayu dari mana kita akan mulai mengejar ketertinggalan. Mungkinkah di mulai dari sektor pendidikan anak-anak?
Hal ini bukan tidak mungkin jika saja pendidikan tidak melulu berorientasi pada menyampaikan informasi guna meraih kepandaian serta keterampilan dalam rangka mengejar kepentingan pribadi, hingga kadang lupa memberi gambaran akan lanskap negeri secara keseluruhan.
Bayangkan anak-anak TK saat ini sudah banyak dibuat stress dengan pelajaran membaca dan berhitung. Anak-anak SD (sejak tahun lalu) sudah dipusingkan dengan UAN, persis seperti kakak tingkat mereka di SLTP dan SLTA. Sementara di level universitas, mahasiswa kebanyakan sudah berorientasi untuk bagaimana mengejar pekerjaan pasca mereka lulus. Kecintaan akan tanah air dan apa yang terkandung didalamnya , terasa sangat jarang didengungkan kapada anak-anak saat ini.
Memang saat ini pelajaran tentang Indonesia yang berbentuk kepulauan sudah masuk dalam materi pelajaran IPS. Anak saya juga sudah sering diberi tugas untuk mengambar peta Indonesia lengkap dengan gambar laut dan pulau-pulau kecilnya. Namun para guru (barangkali) lupa menyisipkan beberapa muatan real yang saat ini terus berlangsung. Lihatlah,
walaupun kita negeri kelautan, tapi justru negari-negari asing yang memanfaatkan kelautan kita, ini nampak dari cacatan yang direlease oleh Departemen Perikanan, Kelautan dan Pulau-pulau Kecil (2005) negara telah dirugikan karena illegal fishing mencapai US.$.1 milliar.
Tidak cukup hanya itu, melimpahnya buah-buah impor membuat buah lokal jadi makin terpinggirkan. Padahal dalam pelajaran di kelas, selalu didengung-dengungkan kalau negeri kita adalah negera agraris, yang kaya akan hasil buminya.
Pun dengan dunia per-mebel-an. Kayu jati sering dianggap sebagai kayu dengan serat dan tekstur paling indah. Karakteristiknya yang stabil, kuat dan tahan lama membuat kayu ini menjadi pilihan utama sebagai material bahan bangunan.
Kayu jati padahal sudah terbukti tahan terhadap jamur, rayap dan serangga lainnya karena kandungan minyak di dalam kayu itu sendiri. Tidak ada kayu lain yang memberikan kualitas dan penampilan sebanding dengan kayu jati. Tak hanya itu, kayu keras seperti, merbau, bangkirai, kamper dan kayu kelapa, bahkan kayu ulin (yang karena kerasnya sering disebut dengan istilah kayu besi) banyak terdapat di negeri ini. Ini (sepertinya) tidak pernah tersampaikan di ruang kelas.
Anak-anak jarang yang tahu bahwa kayu jati yang top banget ini, yang mereka pakai sebagai furniture di rumah-rumah mereka berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah potensi hasil bumi yang tiada duanya di dunia ini. Apalagi jika kita bisa pandai mengolesnya sehingga makin bernilai jual tinggi di dunia international.
Kayu kamper dan bangkirai berasal dari Kalimantan, serta kayu kelapa berasal dari Sulawesi pun bisa tidak kalah hebat karena kekuatannya, keunikan serat dan warnanya.
Apalagi pohon Jati bukanlah jenis pohon yang berada di hutan hujan tropis yang ditandai dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Hutan jati tumbuh dengan baik di daerah kering dan berkapur di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Jawa adalah daerah penghasil pohon Jati berkualitas terbaik yang sudah mulai ditanam oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1800 an.
Hal-hal sederhana dan praktis seperti di atas idealnya harus tersampaikan kepada anak-anak, sehingga anak-anak sedari dini sudah paham akan kekuatan negerinya. Istilah bagai rangkaian mutiara manikam, harusnya dikenalkan dengan bentuk real, bukan hanya teori-teori belaka. . Setelah mereka mengerti akan geologi dan kandungan apa saja yang ada di dalam negerinya, baru kelak mereka bisa dipancing untuk bersama-sama berpikir bagaimana memanfaatkan dan menyelamatkan negeri ini dari bahaya serbuan pihak asing.
Seandainya hal ini bisa ditanam sejak dini, di usia yang cukup akan mudah memancing mereka untuk bicara tentang ekspor. Bagaimana menjual produk-produk tanah air ke dunia luar guna meningkatkan kemakmuran masyarakat di negeri tercinta ini. Bukan sebaliknya, seperti yang banyak terjadi saat ini. Kita berlomba-lomba memakai, atau memakan produk import yang kadang (demi gengsi) tidak peduli walau harganya jauh lebih mahal. Mengenaskan…
Sebagai penutup, maju eksport Indonesia adalah semangat optimisme yang harus dibangun sedini mungkin. Dan hal ini sangat bisa dimulai dari bangku pendidikan dan di rumah dengan mengenalkan kekayaan tanah air pada anak-anak kita.
Dengan mengenalkan sejak sejak dini, mudah-mudahan di masa yang akan datang, ketika mereka besar, anak-anak akan cinta akan tanah air dan mendayagunakannya segala potensi yang ada untuk kemakmuran masyarakat di negeri tercinta ini. Ini yang kita harapka bersama. Semoga!!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment